P2G: SEKOLAH INTERNASIONAL YANG MEWADAHI LGBT BISA DIPIDANA

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendorong agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk turun tangan atas kabar ada sekolah internasional atau yang sekarang dikenal dengan sekolah dengan perjanjian kerja sama (SPK) di Jabodetabek mendukung LGBT.
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim mengatakan, sekolah internasional terikat dalam Permendikbud Nomor 31 Tahun 2014 tentang kerja sama penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan oleh lembaga pendidikan asing dengan lembaga pendidikan di Indonesia. Dalam aturan itu jelas disebutkan bahwa siswa sekolah internasional harus mendapat pendidikan spiritual, keagamaan, hingga pengendalian diri.
Apabila ada sekolah yang mendukung atau mengajarkan LGBT, maka akan bertentangan dengan nilai-nilai agama, ketuhanan, sosial budaya yang dianut masyarakat Indonesia. Sehingga perilaku tersebut melanggar Permendikbud Nomor 31/2014.
“Kemendikbudristek punya kewenangan untuk mengevaluasi mereka. Jadi Kemendikbudristek harus turun ke lapangan untuk memantau pelaksanaan peraturan menteri tentang sekolah kerja sama itu,” kata Satriwan saat dihubungi, Sabtu (5/8).
“Kalau menyimpang ini sudah layak ditutup yah,” imbuhnya.
Kepala bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, menyoroti bahwa informasi adanya Toilet Neutral Gender atau toilet untuk siswa yang merasa tidak jelas gendernya merupakan upaya mewadahi Gerakan LGBT untuk hidup subur dilingkungan persekolahan.
“Dalam Pemendikbud nomor 31 tahun 2014 tentang SPK pasal 14, sudah dijelaskan bahwa sarana dan prasarana SPK, misal toilet, harus mengikuti standar yang berlaku di Indonesia. Adapun penambahan sarana yang meniru standar negara lain, itu harus memperoleh izin Menteri. ”
Iman menambahkan bahwa bukan hanya sarana dan prasarana, tapi model pengelolaan serta proses pembelajaran juga harus sesuai yang berlaku dalam system Pendidikan di Indonesia.
“Justru yang lebih kita takutkan adalah agenda LGBT ini sudah masuk dalam ranah proses pembelajaran. Jika itu dilakukan, artinya SPK tersebut melanggar pasal 12 tentang proses pembelajaran dan pasal 15 tentang standar model pengelolaan SPK, tambah Iman.
Jika sekolah mengajarkan LGBT kepada siswanya maka menjadi bencana bagi pendidikan Indonesia. Oleh karena itu, Kemendikbudristek diminta segera menurunkan tim untuk mengecek kebenaran informasi ini, termasuk melakukan evaluasi.
“Dalam permendikbud 31/2014 pasal 22 ayat 6, jika SPK tersebut terbukti melakukan pelanggaran, maka mendapatkan sanksi berupa teguran,pelarangan hingga pencabutan izin. Namun sanksi ini diberika setelah kementrian membentuk tim. Nah jika sudah tidak memenuhi syarat, dalam pasal 37 ayat 2 SPK tersebut bisa langsung ditutup.”imbuhnya.
Jika benar terjadi sekolah mengajarkan atau mendukung LGBT kepada siswanya juga berpotensi melanggar Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
“Dalam UU nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan anak pasal 9 dijelaskan bahwa anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan Pendidikan. Bahkan dalam pasal 54 disebutkan ‘wajib mendapatkan perlindungan’ dari proses pembelajaran yang tidak sesuai pengembangan kepribadian dan tingkat kecerdasannya. Mereka anak-anak tidak dimungkinkan untuk memiliki kebebasan memilih sebagaimana orang dewasa, jadi pilihan ketiga untuk gender yang difasilitasi sekolah justru merupakan upaya mengarahkan anak-anak untuk mengisi ruang-ruang LGBT. Ini sudah red flag bagi dunia Pendidikan.” Ungkap Iman.
Oleh karena itu, P2G meminta Kemendikbudristek melakukan pengawasan kepada sekolah internasional. Termasuk melakukan evaluasi terhadap sistem pembelajarannya untuk memastikan tidak bertentangan dengan peraturan dan norma kehidupan di Indonesia.
“Kami belum mendengar evaluasi terhadap SPK-SPK ini, mestinya ada evaluasi berkelanjutan apakah setahun sekali gitu kan, karena kan banyak juga yang tidak memenuhi syarat.” pungkas Iman
Iman juga menambahkan agar pemerintah Indonesia tidak perlu khawatir protes dari negara-negara pro-LGBT, ia mencontohkan negara-negara yang mengambil jalan tegas agar propaganda LGBT tidak masuk ke dalam dunia Pendidikan dan anak.
“Russia sudah mengesahkan UU anti LGBT karena khawatir akan ‘propaganda gay’ kepada anak-anak, selain itu Tiongkok juga melakukan upaya keras agar promosi Gerakan ini tidak masuk ke dunia anak-anak. Sebagai negara ketimuran yang mengedepankan norma dan nilai kepribadian bangsa, saya kira ini Langkah yang tepat,” Ungkap Iman saat diwawaancara.
Jakarta, Sabtu 5 Agustus 2023